Oleh : Astrini Fajar Sari
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Disorientasi
seksual hingga kini masih di perdebatkan dari banyak negara. Secara psikiatrik,
kebanyakan psikiater khususnya di Indonesia berpendapat bahwa disorientasi
seksual adalah salah satu bentuk perilaku seksual yang menyimpang.
Tidak
ditemukan faktor tunggal penyebab terjadinya disorientasi seksual. Para ilmuan
berpendapat bahwa disoreintasi seksual bersifat multifaktorial. Terjadinya
disorientasi dapat terjadi karena berbagai faktor, yaitu faktor biologi, faktor
psikologis, adanya pengaruh lingkungan yang tidak baik bagi perkembangan
kematangan seksual yang normal dan faktor pola asuh (Soewandi, 2012). Luka
batin atau pengalaman traumatik dari luar yang di dapat dari lingkungan,
kemudian berdampak pada psikologis seseorang juga bisa menyebabkan seseorang
memiliki disorientasi seksual.
Dari
latar belakang diatas, kelompok 5 tertarik memahas mengenai psikologis
disorientasi seksual. dimana akan membahas mengenai macam-macam disorientasi
seksual dan ditijau dari segi psikologisnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
1. Istilah
penyimpangan seksual (sexual deviation) sering disebut juga dengan abnormalitas
seksual (sexual abnormality), ketidak wajaran seksual (sexual perversion), dan
kejahatan seksual (sexual harassment).
2. Penyimpangan
seksual (deviasi seksual) bisa didefinisikan sebagai dorongan dan kepuasan
seksual yang ditunjukan kepada obyek seksual secara tidak wajar.
3. Penyimpangan
seksual kadang disertai dengan ketidakwajaran seksual, yaitu perilaku atau
fantasi seksual yang diarahkan pada pencapaian orgasme lewat relasi diluar
hubungan kelamin heteroseksual, dengan jenis kelamin yang sama, atau dengan
partner yang belum dewasa, dan bertentangan dengan norma-norma tingkah laku
seksual dalam masyarakat yang bisa diterima secara umum. (Junaedi, 2010)
4. Penyimpangan
seksual adalah aktivitas seksual yang ditempuh seseorang untuk mendapatkan
kenikmatan seksual dengan tidak sewajarnya. Biasanya, cara yang digunakan oleh
orang tersebut adalah menggunakan obyek seks yang tidak wajar. (Abdullah, 2008)
5. Yang
dimaksud penyimpangan seksual adalah pemenuhan nafsu biologis dengan cara dan
bentuk yang menyimpang dari syariat, fitrah dan akal sehat. (Farhan, 2002)
6. Penyimpangan
seksual adalah aktivitas seksual yang ditempuh seseorang untuk mendapatkan
kenikmatan seksual dengan tidak sewajarnya. Biasanya, cara yang digunakan oleh
orang tersebut adalah menggunakan obyek seks yang tidak wajar. Penyebab
terjadinya kelainan ini bersifat psikologis atau kejiwaan, yang di
peroleh dari pengalaman sewaktu kecil, maupun dari lingkungan pergaulan, dan
faktor genetik.
Ketidakwajaran seksual mencakup perilaku-perilaku
seksual atau fantasi-fantasi seksual yang diarahkan pada pencapaian orgasme
lewat relasi di luar hubungan kelamin heteroseksual, dengan jenis kelamin yang
sama, atau dengan partner yang belum dewasa, dan bertentangan dengan
norma-norma tingkah laku seksual dalam masyarakat yang bisa diterima secara
umum.
B.
Macam-Macam
Disorientasi Seksual
Gangguan-gangguan
pada tingkah laku seksual yang
berlaku umum (tidak khusus remaja), menurut Sarwono Sarlito W, 2002,
terdiri dari 4 kelompok besar yang masing-masing terdiri dari beberapa
subkelompok yaitu sebagai berikut:
1. Gangguan
identitas jenis
Gambaran utama dari gangguan ini adalah
ketidaksesuaian antara alat kelamin dengan identitas jenis yang terdapat pada
diri seseorang. Jadi seorang yang beralat kelamin laki-laki merasa dirinya
wanita, ataupun sebaliknya. Identitas jenis yang menyimpang ini dinyatakan
dalam perbuatan (cara berpakaian, mainan kegemarannya), ucapan maupun objek
seksualnya:
a. Transeksualisme
Pada orang
dewasa, gangguan identitas jenis ini dinamakan transeksualisme. Minat seksual
kaum transeksual ini biasanya adalah yang sejenis kelamin (homoseksual,
walaupun mereka tidak mau disebut sebagai homoseks), tetapi juga yang
melaporkan pernah mengalami hubungan heteroseksual dan beberapa di antara mereka
dilaporkan aseksual (tidak berminat pada seks).
b. Gangguan
identitas jenis masa kanak-kanak
Walaupun
transeksualisme biasanya mulai timbul sejak masa kanak-kanak, akan tetapi ada
gangguan jenis yang hanya terjadi pada masa kanak-kanak saja.
c. Gangguan
identitas jenis tidak khas
Yaitu tidak
sepenuhnya menunjukkan tanda-tanda transeksualisme, akan tetapi ada
perasaan-perasaan tertentu yang menolak struktur anatomi dirinya seperti merasa
tidak mempunyai vagina atau vagina yang akan tumbuh menjadi penis (pada wanita),
atau merasa tidak punya penis atau jijik pada penisnya sendiri (pada pria).
2. Parafilia
Adalah gangguan seksual karena pada penderita
seringkali menghayalkan perbuatan seksual yang tidak lazim, sehingga khayalan
tersebut menjadi kekuatan yang mendorong penderita untuk mencoba dan melakukan
aktivitas yang dikhayalkannya. Dapat dilihat dari tiga kategori:
a.
Dari cara penyaluran dorongan
seksualnya:
1)
Masochisme
Mendapatkan
kegairahan seksual melalui cara dihina, dipukul atau penderitaan lainnya.
2)
Sadisme
Mencapai
kepuasan seksual dengan cara menimbulkan penderitaan psikologik atau fisik
(bisa berakhibat cidera ringan sampai kematian) pada pasangan seksnya.
Sadisme
seksual termasuk kelainan seksual. Dalam hal ini
kepuasan seksual dapat diperoleh bila mereka melakukan hubungan seksual dengan
terlebih dahulu menyakiti atau menyiksa pasangannya. Sedangkan masokisme seksual
merupakan kebalikan dari sadisme seksual. Seseorang dengan sengaja membiarkan
dirinya disakiti atau disiksa untuk memperoleh kepuasan seksual, bentuk
penyimpangan seksual ini umumnya terjadi karena adanya disfungsi kepuasan
seksual;
3)
Eksibitionisme
Mendapatkan
kepuasan seks dengan memperlihatkan alat kelaminnya kepada orang lain.
Penderita
ekshibisionisme akan memperoleh kepuasan seksualnya dengan
memperlihatkan alat kelamin mereka kepada orang lain yang sesuai dengan
kehendaknya. Bila korban terkejut, jijik dan menjerit ketakutan, ia akan
semakin terangsang. Kondisi seperti ini biasanya diderita pria, dengan
memperlihatkan alat kelaminnya yang dilanjutkan dengan masturbasi hingga
ejakulasi, pada kasus penyimpangan seksual terdapat pula penderita tanpa
rasa malu menunjukkan alat genitalnya kepada orang lain sekedar untuk
menunjukkannya dengan rasa bangga;
4)
Scoptophilia
Mendapatkan kepuasan seks dari
melihat aktivitas seksual.
5)
Voyeurisme
Istilah
voyeurisme disebut juga (scoptophilia)
berasal dari bahasa prancis yakni vayeur yang artinya mengintip.
Penderita kelainan ini akan memperoleh kepuasan seksual dengan cara mengintip
atau melihat orang lain yang sedang telanjang, mandi atau bahkan berhubungan
seksual. Setelah melakukan kegiatan mengintipnya, penderita tidak melakukan
tindakan lebih lanjut terhadap korban yang diintip. Pelaku hanya mengintip atau
melihat, tidak lebih. Ejakuasinya dilakukan dengan cara bermasturbasi setelah
atau selama mengintip atau melihat korbannya. Dengan kata lain, kegiatan
mengintip atau melihat tadi merupakan rangsangan seksual bagi penderita untuk
memperoleh kepuasan seksual atau dengan kata lain mendapatkan
kepuasan seks dengan melihat orang telanjang.
6)
Transvestisme
Mendapatkan
kepuasan seks dengan memakai pakaian dari lawan jenisnya.
7)
Sodomi
Sodomi
adalah penyimpangan seksual yang dialami oleh pria yang suka berhubungan
seksual melalui organ anal atau dubur pasangan seksual baik pasangan sesama
jenis (homo) maupun dengan pasangan perempuan;
Mendapatkan
kepuasan seks dengan melakukan hubungan seksual melalui anus
8)
Seksualoralisme
Mendapatkan
kepuasan seks dari aplikasi mulut pada genitilia partnernya.
b.
Dari orientasi atau sasaran seksual
yang menyimpang
1)
Pedophilia
Yaitu
kelainan seksual dimana individu yang telah dewasa memiliki orientasi pencapaian
kepuasan seksual melalui cara hubungan fisik atau hubungan seks yang bersifat
merangsang dengan anak-anak di bawah umur
Seseorang
dewasa mendapat kepuasan seks dari
hubungan dengan anak-anak.
2)
Bestiality
Bestially
adalah bentuk penyimpangan orientasi seksual individu dimana terdapat
kejanggalan untuk mencapai kepuasan hubungan seksual dengan menggunakan hewan
sebagai media penyalur dorongan atau rangsangan seksual. Pada kasus semacam ini
penderita tidak memilki orientasi seksual terhadap manusia; Mendapatkan
kepuasan seks dari hubungan dengan binatang
3)
Zoophilia
Mendapatkan
kepuasan dengan melihat aktivitas seksual dari binatang.
Zoofilia
adalah salah satu bentuk penyimpangan perilaku seksual dimana terdapat orang
atau individu yang terangsang melihat hewan melakukan hubungan seks dengan
hewan;
4)
Necriphilia
Bentuk
kelainan seksual dimana individu penderita nechrophilia memiki orientasi
kepuasan seksual melalui kontak fisik yang bersifat merangsang atau hubungan
seksual dengan media partner jenasah atau orang yang telah wafat;
Mendapatkan
kepuasan seks dengan melihat mayat, coitus dengan mayat.
5)
Pornography
Mendapatkan
kepuasan seks dengan melihat gambar porno lebih terpenuhi dibandingkan dengan
hubungan seksual yang normal.
6)
Fetishisme
Fatishi
berarti sesuatu yang dipuja. Jadi pada penderita fetishisme,
aktivitas seksualnya disalurkan melalui bermasturbasi dengan BH (breast
holder), celana dalam, kaos kaki, atau benda lain yang dapat meningkatkan
hasrat atau dorongan seksual. Sehingga, orang tersebut mengalami ejakulasi dan
mendapatkan kepuasan. Namun, ada juga penderita yang meminta pasangannya untuk
mengenakan benda-benda favoritnya, kemudian melakukan hubungan seksual yang
sebenarnya dengan pasangannya tersebut dalam hal ini orientasi seksual
diarahkan pada objek kebendaan di sekitar si penderita atau dengan kata lain pemenuhan
dorongan seksual melalui pakaian dalam lawan jenis.
7)
Frottage
Yaitu
suatu bentuk kelainan sexual di mana seorang individu laki-laki mendapatkan
kepuasan seksual dengan cara menggesekkan atau menggosokkan alat kelaminnya ke
tubuh perempuan di tempat publik atau umum;
Mendapatkan
kepuasan seks dengan meraba orang yang disenangi dan biasanya orang tersebut
tidak mengetahuinya.
8)
Incest
Adalah
hubungan seks dengan sesama anggota keluarga sendiri non suami istri seperti
antara ayah dan anak perempuan, ibu dengan anak laki-laki, saudara laki-laki
dengan saudara perempuan sekandung, kategori incest sendiri sebenarnya cukup
luas, di beberapa kebudayaan tertentu hubungan seksual yang dilakukan antara
paman dan keponakan atau sepupu atau bahkan galur seketurunan (family)
dapat dikategorikan sebagai perbuatan incest;
Hubungan
seksual yang dilakukan antara dua orang yang masih satu darah.
9)
Mysophilia, coprophilia dan
Urophilia
Senang pada kotoran, faeces dan
urine.
10) Masturbasi
Mendapatkan
kepuasan seks dengan merangsang genitalnya sendiri.
11) Geronthophilia
adalah
suatu perilaku penyimpangan seksual dimana sang pelaku jatuh cinta dan mencari
kepuasan seksual kepada orang yang sudah berusia lanjut kasus Gerontopilia
mungkin jarang terdapat dalam masyarakat karena umumnya si penderita malu untuk
berkonsultasi kepada pakar seksual, dan tidak jarang mereka adalah anggota
masyarakat biasa yang juga memiliki keluarga serta dapat menjalankan
tugas-tugas hidupnya secara normal;
c.
Dilihat dari tingkat penyimpangan,
keinginan, dan kekuatan dorongan seksual
:
1)
Nymphomania
Seorang
wanita yang mempunyai keinginan seks yang luar biasa atau yang harus terpenuhi
tanpa melihat akibatnya.
2)
Satriasis
Keinginan seksual yang luar biasa
dari seorang lelaki.
3)
Promiscuity dan prostitusi
Mengadakan hubungan seksual dengan
banyak orang.
4)
Perkosaan
Mendapatkan kepuasan seksual dengan
cara paksa.
3.
Disfungsi Psikoseksual
Gambaran utama dari Disfungsi Psikoseksual adalah
terdapat hambatan pada perubahan psikofisiologik yang biasanya terjadi pada
orang yang sedang bergairah seksual.
a.
Hambatan selera seksual
Sukar atau
tidak bis timbul minat seksual sama sekali secara menetap dan meresap.
b.
Hambatan gairah seksual
1)
Pada laki-laki
Gagal
sebagian atau seluruhnya untuk mencapai atau mempertahankan ereksi sampai akhir
aktivitas seksual (impotensia).
2)
Pada wanita
Gagal
sebagai atau seluruhnya untuk mencapai atau mempertahankan pelumasan dan
pembengkakan vagina (yang merupakan respons gairah seksual wanita) sehingga
akhir dari aktivitas seksual (frigiditas).
c.
Hambatan orgasme wanita
Berulang-ulang
atau menetap tidak terjadi orgasme pada wanita setelah terjadi gairah seksual
yang lazim selama aktivitas seksual.
d.
Hambatan orgasme pria
Berulang-ulang
atau menetap tidak terjadi ejakulasi atau terlambat berejakulasi setelah
terjadi fase gairah seksual yang lazim selama aktivitas seksual.
e.
Ejakulasi prematur
Secara
berulang-ulang dan menetap terjadi ejakulasi sebelum dikehendaki karena tidak
adanya pengendalian yang wajar terhadap ejakulasi selama aktivitas seksual.
f.
Dispareunia fungsional
Rasa nyeri
yang berulang dan menetap pada alat kelamin sewaktu senggama, baik pada pria
maupun wanita.
g.
Vagina fungsional
Ketegangan
otot vagina yang tidak terkendali sehingga mengalami senggama.
4.
Ganguan seksual pada remaja
Seringkali dijumpai gangguan seksual pada masa remaja
seperti ejakulasi dini atau impotensi, bisa juga dijumpai adanya hambatan
selera seksual dan hambatan gairah seksual. Libido seksual yang rendah dan
kecemasan yang berkaitan dengan seks seperti vaginismus.
Namun sebagian dari gangguan tersebut belum bersifat
permanen melainkan bersifat situasional dan belum bisa dikategorikan sebagai
kelainan. Hal ini disebabkan kecemasan dan perasaan bersalah yang begitu kuat,
sehingga bisa menghambat dorongan seksual karena status yang belum membolehkan
untuk melakukan hubungan seksual.
Manusia senantiasa mengembangkan daya
khayalnya untuk menciptakan variasi
aktivitas demi mendapatkan kenikmatan seksual. Lia (2008)
mengungkapkan bahwa dari sinilah timbul istilah kelainan seksual, meskipun
ini bersifat subyektif, karena apa yang disebut kelainan bagi seseorang,
bisa jadi merupakan kegiatan normal bagi yang lain.
1. Ablutophilia
Ini adalah perasaan terangsang kalau
memikirkan mandi dengan air hangat. Orang ini pasti mandinya lama.
2. Acrotomophilia
Tergila-gila dengan amputasi. Bukannya
orang ini senang diamputasi, tetapi ia bergairah kalau melihat tubuh manusia
yang bagian tertentunya-misalnya kaki-sudah diamputasi.
3. Amaurophilia
Punya kegemaran berhubungan seks dengan
orang buta atau orang yang ditutup matanya.
4. Anaclitism
Hubungan seks dimana salah satu
pelakunya berpura-pura menjadi bayi dan diperlakukan seperti bayi juga.misalnya
belajar pipis, mengenakan popok atau bermain boneka.
5. Autagonistophilia
Orang ini juga senang pamer diri, tapi
agak berbeda dengan exhibitionist yang terang-terangan, dia lebih suka
menciptakan suasana yang memudahkan orang lain untuk melihatnya telanjang.
Misalnya membiarkan tirai jendelanya terbuka dan ia akan berjalan-jalan dirumah
sambil telanjang.
6. Autoerotic
Asphyxiation
Bahasa sederhananya mencekik dalam
kegiatan seksual-biasanya onaniagar rasanya lebih nikmat.
7. Autopederasty
Suatu obsesi yang biasanya timbul pada
masa puber, untuk memasukkan penis ke dalam lubang pantat sendiri.
8. Backswinging
Ini adalah anal seks yang dilakukan
dengan posisi si obyek yang digarap tidur tengkurap.
9. Bastinado
Bentuk penyiksaan dengan cara memukuli
telapak kaki berulang-ulang untuk memperoleh kepuasan seksual.
10. Belonephilia
Bisa berbahaya. Ini perasaan bergairah
kalau melihat benda-benda kecil dan tajam seperti jarum.orang ini juga merasa
terangsang kalau ditindik. Buat yang punya banyak piercing.
11. Bestiality
Ini kegiatan berhubungan seks dengan
binatang. Kegiatan ini konon sudah dilakukan sejak jaman romawi kuno. Mungkin
karena pada waktu itu populasi manusia masih sedikit.
12. BDSM
Singkatan dari Bondage and
Discipline, Sadism and Masochism. Istilah ini berhubungan dengan permainan
seks yang melibatkan ditimbulkannya rasa sakit untuk memperoleh kenikmatan.
13. Bukkake
Kegiatan yang berasal dari Jepang.
Intinya seorang wanita dikubur ditanah sampai sebatas kepalanya saja lalu
beberapa orang mengelilinginya melakukan masturbasi bersama-sama dan
menembakkan 'bisa'nya itu ke kepala si cewek.
14. C&B
Torture
Cara-cara penyiksaan terhadap penis dan
dua teman bulatnya, yaitu digigit, dicubit, ditampar, ditarik sampai melar,
disundut dan sebagainya.
15. Candling
Aktivitas pemuas kebutuhan seksual
dengan cara melelehkan lilin cair yang masih panas ke bagian-bagian tubuh
tertentu.
16. Catagelophilia
Mungkin
orang yang menderita ini adalah orang yang humoris. Pasalnya, dia akan merasa
terangsang kalau merasa dipermalukan.
17. Crhemastitophilia
Penderita kelainan ini pasti merasa di
surga kalau tinggal di Jakarta. Ini adalah perasaan terangsang yang dirasakan
orang kalau dirampok.
18. Clot
Kegemaran mengintip wanita melakukan
hal-hal yang berhubungan dengan menstruasi, misalnya wanita memasang pembalut
ke vaginanya atau mencopotnya.
19. Coprophilia
Merasakan kenikmatan seksual dengan
bermain-main dengan kotorantinja maksudnya.
20. Coprophagia
Hampir sama dengan yang di atas.
Sama-sama menyukai kotoran, tapi yang ini merasa puas kalau memakannya.
21. Cutting
Sesuai namanya, ini kegiatan menyanyat
kulit untuk mendapatkan kepuasan seksual.
22. Dacryphilia
Carilah pasangan yang cengeng, ini
kepuasan seksual yang dirasakan penderitanya kalau melihat pasangannya
berlinang air mata.
23. Daisy
Chaining
Sekumpulan laki-laki berkumpul membentuk
semacam lingkaran dan saling memasturbasi satu sama lainnya.
24. Dogging
Disebut juga park and ride. Ini
kegiatan bercinta dalam mobil di tempat parkir yang terpencil dengan ditonton
orang yang mengelilingi mobil itu.
25. Douching
Berasal dari bahasa Perancis douche.
ini berarti menyemprotkan air ke dalam vagina untuk memperoleh kenikmatan
seksual.
26. Electrophilia
Sesuai
namanya, dia terangsang kalau mendapatkan kejutan listrik.
27. Exhibitionism
Perasaan puas yang timbul kalau
memamerkan organ seksualnya atau melakukan aktivitas seksual di muka umum,
seperti yang sering ditunjukkan pasangan baru.
28. Fisting
Memasukkan seluruh bagian tangan ke
lubang pasangannya, umumnya vagina, tapi bisa gunakan imajinasi untuk lubang
yang lain.
29. Flashing
Penggemarnya suka memamerkan alatnya
(bisa cowok, bisa wanita) didepan umum, mirip exhibitionist, tapi barangnya itu
hanya dikeluarkan sekilas.
30. Frottage
Ini sering dilakukan oleh para lelaki
yang sering naik kereta api dalam kota ataupun bus yang penuh sesak. Orang ini
mendapatkan kepuasan dengan menggesek-gesekkan anunya ke obyek terdekat, bukan
bangku, tapi ke wanita-wanita.
31. Urtling
Kegiatan menghidupkan tokoh di majalah
anda. Pada gambar cewek yang ada di majalah atau foto dilubangi pas di
selangkangannya atau dibagian lain sesuai selera, lalu si pelaku akan
memasukkan anunya ke lubang guntingan itu dan bermasturbasi dengannya.
32. Gynotikolobomassophilia
Orang ini mempunyai kegemaran seksual
memasukkan anunya kedalam telinga pasangannya, cukup tidak cukup.
33. Humming
Ini
variasi oral sex, dimana si wanita mengoral sambil menyenandungkan lagu
favoritnya. Yang dicari adalah sensasi vibrasi pada nada-nada rendah yang
ngebass.
34. Hybristhopilia
Kepuasan yang diperoleh setelah
melampiaskan amarah, misalnya dengan memaki-maki atau bersumpah serapah.
35. Keraunophilia
Hati-hati kalau sedang berteduh di halte
bus sewaktu hujan deras kalau ada yang mengidap kelainan ini, artinya kepuasan
setelah setelah mendengar suara gemuruh kilat.
36. Klismaphilia
Kenikmatan seksual yang diperoleh dengan
cara memasukkan cairan pencuci perut melalui anus.
37. Knismolagnia
Perasaan
terangsang kalau digelitiki sampai kegelian.
38. Maiesiophilia
Penderitanya
merasa bergairah kalau melihat wanita hamil.
39. Narratophilia
Kalau punya pasangan seperti ini anda
perlu mengoleksi stensilan yang banyak. Dia merasa terangsang kalau diceritakan
kisah-kisah jorok oleh pasangannya.
40. Necrophilia
Ini dia, aktivitas menyetubuhi mayat.
Konon ini sudah dilakukan oleh orang-orang mesir kuno. Dalam beberapa kasus,
mereka tidak memperbolehkan pembalsem mendekati mayat seseorang yang baru meninggal
selama beberapa hari.
41. Ophidicism
Kalau ini agak repot, mesti pergi dulu
ke pet shop. Ini kegiatan seks dengan memanfaatkan jasa reptil. Misalnya
ular tak berbisa atau juga bisa belut.
42. Prison
Humping
Ini bisa diterjemahkan menjadi bercinta
ala tahanan di penjara. Ini kegiatan anal seks tanpa menggunakan minyak
pelumas, mungkin bisa pakai ludah sedikit.
43. Ripping
Terangsang
kalau merobek celana atau stocking perempuan.
44. Snowballing
Kalau si wanita masih mengulum sperma
pasangannya (setelah oral) lalu mereka berciuman dan dia memindahkan cairan itu
ke mulut pasangannya itu.
45. Stigmatophilia
Sedikit beda dengan clot. Kalau yang ini
merasa terangsang kalau melihat darah yang keluar akibat menstruasi.
46. Tea
Bagging
Artinya teh celup. Mencelupkan scrotum
atau "kantung teh" anda ke mulut pasangan anda berulang-ulang.
47. Transvestic
Fetishism
Laki-laki yang senang mengenakan pakaian
perempuan. Bukan untuk mode, tapi untuk kepuasan seksual.
48. Utassassinophilia
Seseorang merasakan kepuasan seksual
kalau dia melakukannya sambil dia berkhayal bahwa dia sedang berada dalam
situasi berbahaya yang bisa membuatnya tewas.
49. Voyeurism
Perasaan terangsang yang didapat dari
mengintip cewek telanjang atau pasangan yang sedang berhubungan seks.
50. Water
Sports
Mandi, minum ataupun bermain air seni
pasangannya untuk mendapatkan kepuasan seksual.
C. Tinjauan Psikologi Terhadap
Disorientasi Seksual
Menurut
Sigmund Freud, komponen-komponen psikis dapat digolongkan kedalam tiga golongan
yaitu libido, struktur kejiwaan dan struktur kepribadian. Berkaitan
dengan unsur seksual sangat dipengaruhi oleh adanya suatu energi vital yang
dinamakan libido. Pengertian libido itu sendiri adalah energi
vital yang sepenuhnya bersifat kejiwaan dan tidak bisa dicampurkan dengan
energy-energi fisik yang bersumber pada kebutuhan-kebutuhan biologis, libido
bersumber pada seks.
Freud
mengemukakan bahwa manusia terlahir dengan sejumlah insting (naluri).
Insting-insting itu dapat digolongkan dalam dua jenis, yaitu insting hidup (life
instinct) dan insting mati (death instinct). Insting hidup adalah
naluri untuk mempertahankan hidup dan keturunan, sedangkan insting mati adalah
naluri yang menyatakan bahwa pada suatu saat seseorang itu akan mati. Mengenai
insting hidup jelas dinyatakan sebagai insting seksual dan energi-energi yang
berasal dari insting seksual inilah yang disebutnya sebagai libido atau
dapat diartikan sebagai insting seksual.
Insting-insting
seksual mula-mula memang berkaitan erat dengan bagian-bagian tubuh tertentu,
yaitu bagian-bagian tubuh yang dapat menimbulkan kepuasan seksual.
Bagian-bagian tubuh itu disebut daerah-daerah erogen (erogenous zones),
yaitu mulut, anus (pelepasan), dan alat kelamin. Namun, dengan berkembangnya
sistem kejiwaan manusia, rasa puas atau ketegangan-ketegangan (tension)
yang berasal dari daerah-daerah erogen ini lama-kelamaan terlepas dari
kaitannya dengan tubuh dan menjadi dorongan-dorongan yang berdiri sendiri
sendiri.69 Sifat, kekuatan, dan cara penyaluran dari libido pada masa anak-anak
sangat menentukan kehidupan kejiwaan dan kepribadian orang yang bersangkutan,
oleh karena itu masa anak-anak dipandang sebagai masa kritis yang penting
sekali artinya.
Dalam
tahapan perkembangan psikoseksual individu sendiri dibagi ke dalam dua alur
besar, dimana alur besar yang pertama disebut tingkat pragenital yang
terdiri dari tingkat oral, anal dan falik. Sedangkan alur besar
yang kedua terbagi kedalam tingkat laten dan tingkat genital. Selanjutnya akan
dijelaskan sebagai berikut :
1. Tingkat
Oral, pada tahapan ini berlangsung pada usia bayi satu hari hingga satu
tahun. Dalam fase ini pusat kenikmatan bersumber pada daerah tubuh sekitar
mulut;
2. Tingkat
Anal, terjadi pada usia satu tahun hingga empat tahun, perkembangan
psikoseksual pada masa ini dibagi menjadi dua tahap yaitu, tahap anal
eksklusif, di mana anak mendapatkan kepuasan seksual dari proses buang air
besar, sedangkan tahap selanjutnya disebut tahap anal alternatif di mana anak
mendapatkan kepuasan seksual dengan menahan tinja dalam perut;
3. Tingkat
Falik, terjadi pada usia empat sampai dengan enam tahun inti dari
perkembangan psikoseksual pada masa ini adalah kompleks oedipoes.
Kompleks oedipoes berarti cinta seorang anak laki-laki kepada ibunya
atau cinta seorang anak perempuan kepada ayahnya. Disamping itu, tanda-tanda
pada periode ini antara lain, meningkatnya kegiatan masturbasi, meningkatnya
keinginan untuk bersentuhan tubuh dengan anggota keluarga yang berlawanan
jenis, dan meningkatnya kecenderungan ekshibionis;
4. Tingkat
laten, adalah masa konsolidasi dalam perkembangan psikoseksual. Tidak
ada perkembangan atau pertumbuhan baru. Mekanisme-mekanisme pertahanan seksual
yang suadah ada dimanfaatkan untuk penyesuaian diri terhadap lingkungan, tetapi
tidak ada mekanisme-mekanisme baru yang dibentuk;
5. Tingkat
genital, adalah penghubung antara masa anak-anak dan dewasa. Ada tiga
tahapan pada tahap ini yaitu, tahap prapuber ditandai dengan meningkatnya
kembali dorongan libido, tahap puber yaitu ditandai dengan pertumbuhan
fisik, khususnya tanda-tanda seksual sekunder dan kemampuan organik (ereksi),
selanjutnya adalah tahap adaptasi di mana remaja bersangkutan menyesuaikan diri
terhadap dorongan-dorongan seksual dan perubahan-perubahan kondisi fisik yang
tiba-tiba mengarah pada bentuk kematangan fisik ke arah tahap individu dewasa;
Disamping adanya faktor genetik
yang menyebabkan terjadinya penyimpangan orientasi seksual, juga dapat terjadi
pada fase perkembangan psikoseksual manusia yang memungkinkan terjadinya
tindakan disasosiatif dalam perkembangannya seperi orientasi seksual dalam
bentuk disorientasi seksual.
Permasalahan disorientasi seksual
dikategorikan sebagai perilaku abnormal. Istilah ini di pakai dengan menunjuk
kepada aspek batiniah kepribadian, aspek perilaku sepesifik tertentu yang bisa
diamati. Secara terjemahan umum dapat diartikan sebagai gangguan mental dan
dalam konteks yang lebih luas sama artinya dengan perilaku maladatif..
Banyak penelitian telah diteruskan seputar penjelasan
mengapa ada individu mengalami disorientasi seksual, keadaan ini tetap
mengidentifikasikan bahwa disorientasi seksual masih perlu di perjelas
alasannya. Secara kebutuhan, istilah homoseksual itu problematis diasosiasikan
dengan stereotif negatif dan gagasan bahwa kaum gay dan lesbian sudah
menjadi istilah internasional untuk studi psikologi yang membicarakan
permasalahan gay dan lesbian.
British psychlogical society, mempelajari
permasalahan homoseksualitas seperti gay dan lesbian dengan
tujuan memperbaiki pemahaman psikologi masyarakat dan menggunakan psikologi
untuk meningkatkan kehidupan kaum gay dan lesbian. Pada tataran
praktis, ahli psikologi berusaha untuk menjelaskan dan mengatasi permasalahan
homoseksualitas dengan cara mengatasi homophobia yaitu, kecenderungan untuk
bereaksi negatif terhadap kaum gay dan lesbian.
Secara tersistematis psikologi
memberikan perspektif terhadap penyebab mengapa individu diakibatkan oleh faktor
lingkungan mengalami kecenderungan untuk berprilaku seksual menyimpang sebagai
berikut :
1. Pengaruh
lingkungan di sekitar individu menimbulkan situasi sosial yang sangat
berpengaruh terhadap orientasi kejiwaan individu;
2. Pengalaman
seksual menyimpang yang didapatkan oleh individu dalam masa pertumbuhannya,
seperti penganiayaan skunder berupa pemerkosaan sejenis;
3. Pengaruh
homophobia dalam bentuk interaksi dengan faktor-faktor yang berkaitan dengan
lingkup homoseksualitas seperti dalam bentuk video porno homoseksual;
4. Kondisi
kehidupan individu yang terpisah dari lawan jenis seksualnya;
5. Kondisi
genetik individu;
Psikologi gay dan lesbian
sudah berjalan cukup lama sejak homoseksualitas masih dianggap sebagai
gangguan mental. Salah satu alasan mengapa pergeseran ini terjadi karena
psikologi lebih menekankan pada faktor-faktor sosial daripada faktor-faktor
individual sehingga terbuka peluang untuk meneliti sebuah bidang tanpa
memberikan stigma pada individu-individu terkait.
Hasil penelitian dari Sumadi, Suriadi, and Kirana (2013) menemukan 6 tema utama yang berkaitan tentang
pengalaman traumatik dan komunikasi keluarga tidak efektif dalam pembentukan
pribadi penyimpangan seksual. Tema-tema tersebut adalah :
1. Pengalaman
traumatik
Ditemukan adanya pengalaman traumatik
pada remaja lesbian berupa pengalaman traumatik saat menjalani hubungan
heteroseksual dan pengalaman traumatik mengalami kekerasan rumah tangga.
Pengalaman hubungan heteroseksual yang di temukan berupa mendapat perlakuan
kasar, di selingkuhi dan selalu patah hati. Dari ketiga pengalaman traumatik
tersebut menimbulkan respon psikologis pada partisipan, yaitu berupa rasa
kecewa, dendam, hingga jera untuk menjalin hubungan heteroseksual kembali.
Dampak berkepanjangan ini tentu saja akan mempengaruhi pada proses tumbuh
kembang pada remaja dalam mencapai identitas dirinya.
2. Komunikasi
keluarga tidak efektif
Keluarga sangat berperan penting dalam
proses kehidupan anak, khusunya proses sosialisasi anak diluar rumah. Apa yang
ia peroleh di dalam rumah, kemudian diinterpretasikan melalui tindakan saat
berada diluar rumah. Hal ini menjadi pemicu terjadinya kegiatan-kegiatan yang
dapat memicu terjadinya kenakalan, khusunya dalam proses bergaul lesbian yang
berasal dari keluarga yang kurang harmonis, sebab mendapat kasih sayang yang
terbatas. Dengan demikian, jika peran keluarga terhadap fungsi sosialisasi anak
berjalan dengan baik, maka besar kemungkinan anak akan membentuk kepribadian
yang baik dan cenderung tidak akan terbentuk pribadi penyimpangan seksual lesbian.
3. Dampak
broken home
Dampak broken home, pada
penelitian ini di temukan tiga masalah yang berarti pada remaja lesbian yaitu academic
problem, behavioural problem dan sexual problem. Pada academic problem,
semua partisipan mengalami penurunan motivasi belajar berupa malas belajar.
Lima dari enam partisipan mengalami putus sekolah dan empat dari enam
partisipan tidak bersemangat untuk berprestasi.
Asfriyanti (2003) mengemukakan dampak
yang muncul dari seseorang yang mengalami broken home berupa academic
problem, behavioral problem, sexual problem dan spiritual
problem.
Dampak broken home juga
mempengaruhi perkembangan emosi, perkembangan sosial, perkembangan kepribadian
dan gangguan kejiwaan. Di lihat dari perkembangan emosi, remaja lesbian dengan broken
home akan menunjukkan sikap gampang sekali marah, menjadi pemurung dan
mencari perhatian orang tua dengan melakukan kenakalan-kenakalan.
4. Pembentukan pribadi
penyimpangan seksual lesbian
Pada pembentukan pribadi penyimpangan
seksual lesbian dalam penelitian ini terbagi menjadi dua kategori yaitu
tahap-tahap pembentukannya dan konflik psikis yang terjadi setelah terbentuknya
pribadi penyimpangan lesbian. Soetjiningsih (2004) mengemukakan tahap-tahap
pembentukan identitas seksual lesbian terdiri dari tahap sensitasi, kebingungan
identitas (identitas confusdion), asumsi identitas (identity
assumption) dan komitmen (commitment). Pada penelitian ini terlihat
jelas terjadinya pembentukan pribadi penyimpangan seksual pada partisipan,
yaitu terdiri dari tahap kebingungan identitas, asumsi identitas dan komitmen
pada partisipan.
Pada tahap kebingungan identitas, lima
dari enam remaja lesbian mengungkapkan ada rasa bingung pada diri mereka saat
menyadari suka sesama jenis, namun tidak di temukan adanya rasa penolakan dan
sikap menghindar dari perasaan lesbian yang di rasakan. Hurlock (2007)
menyatakan salah satu masalah yang terjadi pada tahap perkembangan dewasa awal
adalah penentuan identitas diri yang ideal vs kekaburan identitas. Yang kita
ketahui, dewasa awal merupakan lanjutan dari masa remaja dan pada tahap ini
lah, penemuan identitas diri yang ideal harus di temukan oleh remaja. Jika masa
ini bermasalah, kemungkinan individu akan mengalami kekaburan identitas. Dan
dengan demikian bisa di ambil kesimpulan bahwa pada tahap ini, remaja lesbian
mengalami kekaburan identitas, dari hubungan yang harusnya heteroseksual kini
menjadi kabur akibat rasa homoseksual yang di miliki dan di jalaninya.
Pada tahap asumsi identitas, remaja
mulai menerima dirinya sebagai lesbian. Seluruh partisipan sadar betul dengan
orientasi seksual lesbian yang di milikinya. Seluruh partisipan juga mempunyai
teman dengan perilaku penyimpangan seksual yang sama dan biasanya bergaul
mengelompok dengan teman-teman lesbiannya dan pada tahap ini juga mereka
melakukan pengungkapan identitas lesbian yang di miliki. Pengungkapan identitas
ini di lakukan baik pada teman dekat, keluarga hingga ke jejaring sosial seperti
facebook. Hurlock (2007) mengungkapkan, pada tahap perkembagannya,
remaja memperoleh kelompok sosial yang seirama dengan nilai-nilai pahamnya.
Dalam hal ini, asumsi identitas membentuk remaja lesbian membentuk kelompok
sosial yang seirama yang di anutnya, yaitu kelompok lesbian.
Pada tahap komitmen, di temukan seluruh
partisipan mengaku enjoy menjalani identitas lesbian yang di milikinya. Ketika
di tanya mengenai ada nya keinginan untuk kembali normal pada remaja lesbian
ini, di temukan dua jawaban yang berbeda berdasarkan orientasi seksual lesbian
yang sedang di jalani. Yaitu remaja lesbian orientasi seksual femm mengungkapkan
ada rasa ingin berubah, tapi tidak sekarang. Sedangkan pada remaja lesbian
orientasi seksual butchy mengungkapkan tidak mau berubah dari identitas
lesbian.
Selanjutnya, pada pembentukan pribadi
penyimpangan seksual lesbian ini biasanya terjadi konflik psikis yang di
rasakan oleh partisipan. Konflik psikis ini antara lain ada atau tidaknya rasa
terganggu terhadap identitas lesbian, ada atau tidaknya desakan/ dorongan untuk
mengubah orientasi seksualnya. Konflik psikis ini nantinya akan membedakan type
lesbian seperti yang di kemukakan oleh Soetjiningsih (2004) yaitu lesbian
terbagi menjadi dua berdasarkan konflik psikisnya, yaitu lesbian egosistonik
(sinkron dengan egonya) atau lesbian egodistonik (tidak singkron dengan
egonya). Semua partisipan pada penelitian ini mengungkapkan tidak mengeluh
terganggu dengan identitas lesbian yang di milikinya dan tidak mendambakan
hubungan heteroseksual. Oleh sebab itu dapat di tarik kesimpulan bahwa ke-enam
partisipan dalam penelitian ini termasuk dalam lesbian type lesbian
egosistonik, yaitu sesuai dengan egonya.
5. Faktor
penyebab lesbian
Faktor yang kuat penyebab seseorang
menjadi lesbian pada penelitian ini adalah pengalaman traumatik, komunikasi
keluarga tidak efektif dan pergaulan atau interaksi teman sebaya. Seperti yang
telah di lakukan pembahasan sebelumnya, jelaslah bahwa pengalaman traumatik saat
menjalani hubungan heteroseksual dan/ atau pengalaman traumatik mengalami
kekerasan rumah tangga serta komunikasi keluarga tidak efektif berupa
pertengkaran orang tua di depan anak, perceraian, peran keluarga tidak berjalan
dengan baik dan kurangnya nilai spiritual pada tiap anggota keluarga bisa
menyebabkan seseorang tumbuh menjadi lesbian.
Untuk faktor pergaulan atau interaksi
teman sebaya, di temukan bahwa seseorang yang bergaul dengan orang-orang yang
berperilaku menyimpang, maka lambat laun akan mengakibatkan dirinya ikut dalam
arus penyimpangan itu sendiri. Dengan kata lain, untuk pergaulan disini di
temukan bahwa remaja perempuan normal jika sering berkumpul dengan komunitas
lesbian bisa menjadi lesbian juga, apalagi dengan remaja perempuan yang memiliki
latar belakang traumatik kekerasan semasa kecil dan/atau pengalaman traumatik
hubungan heteroseksual. temuan ini di dukung oleh Edwin H. Sutherland, dalam
teorinya yang dinamani Asosiasi Differensial atau biasa disebut dengan teori
belajar atau teori sosialisasi, menyebutkan bahwa penyimpangan adalah
konsekuensi dari kemahiran dan penguasaan atas sikap atau tindakan yang
dipelajari dari norma-norma yang menyimpang, terutama dari subkultural atau
diantara teman-teman sebaya yang menyimpang. Perilaku menyimpang adalah hasil
dari proses belajar atau yang dipelajari (M. Elly dan Usman, 2011).
Freud juga mengungkapkan penyimpangan
seksual adalah aktivitas seksual yang ditempuh seseorang untuk mendapatkan
kenikmatan seksual dengan tidak sewajarnya. Salah satunya yaitu dengan
menggunakan obyek seks yang tidak wajar dan hubungan sesama jenis.
Penyebabnya bersifat psikologis atau
kejiwaan, seperti pengalaman individu semasa kecilnya dan/atau lingkungan
pergaulannya. (George Boeree, 2008).
Penelitian lain yang mendukung temuan
ini adalah penelitian Faktor dan Cara Gaya Hidup serta Kemungkinan Kembali
Pulih dalam Kalangan Lesbian Malaysia, yang mengungkapkan faktor keluarga yang
bermasalah turut menyumbang kepada fenomena ini. Keluarga yang selalu bergaduh,
ibu atau ayah yang meninggal dunia dan orang tua yang mementingkan pekerjaan
menyebabkan remaja lesbian kurang mendapat perhatian dan kasih sayang. Hal yang
sedemikian menyebabkan remaja lesbian ini terjebak apabila mereka mulai mencari
kawan untuk mendapatkan perhatian dan malangnya mereka malah salah memilih
kawan (Ahmad, 2012).
6. interaksi
kaum lesbian di Pontianak.
Soetjiningsih (2004) mengungkapkan bahwa
kelompok lesbian memiliki saluran dan media komunikasi yang bermacam-macam
tergantung pada tingkat sosial dan ekonominya. Ada yang menggunakan taman kota,
jalanan, tempat-tempat terbuka, cafe, mall bahkan diskotik dan hotel untuk
mencari kontak dengan pasangannya. Dalam penelitian ini di temukan bahwa sosio
ekonomi kaum lesbian di Pontianak sendiri bisa di katakan berasal dari kaum
menengah hingga ke-atas di lihat dari tempat berkumpulnya yaitu di café-café
dan di clubbing dan di lihat dari penggunaan media komunikasi nya berupa
internet dan jejaring sosial dalam berinteraksi sesama komunitasnya.
Pada dasarnya, aktifitas yang biasa di
lakukan oleh kaum lesbian sama dengan kaum heteroseksual. Mereka terdiri dari
berbagai profesi yang melakukan aktifitas harian sesuai dengan profesi mereka
masing-masing. Hal yang biasa di lakukan ketika bersama dalam komunitas, hampir
sama juga dengan kaum heteroseksual berupa berkumpul, berbagi cerita, bersenda
gurau dan lain sebagainya. Namun di temukan pula satu dari enam partisipan yang
mengungkapkan adanya aktifitas seksual yang terjadi antar sesama mereka. Ini
menyatakan bahwa aktifitas seksual memang terjadi di antara kaum penyimpangan
seksual. Sebagaimana yang di katakan Soetjiningsih (2004) yang mana pada tahap
pembentukan identitas lesbian, kemungkinan besar mereka melakukan hubungan
intim.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Menurut
Sigmund Freud, komponen-komponen psikis dapat digolongkan kedalam tiga golongan
yaitu libido, struktur kejiwaan dan struktur kepribadian. Berkaitan
dengan unsur seksual sangat dipengaruhi oleh adanya suatu energi vital yang
dinamakan libido. Pengertian libido itu sendiri adalah energi
vital yang sepenuhnya bersifat kejiwaan dan tidak bisa dicampurkan dengan
energy-energi fisik yang bersumber pada kebutuhan-kebutuhan biologis, libido
bersumber pada seks.
Freud
mengemukakan bahwa manusia terlahir dengan sejumlah insting (naluri).
Insting-insting itu dapat digolongkan dalam dua jenis, yaitu insting hidup (life
instinct) dan insting mati (death instinct). Insting hidup adalah
naluri untuk mempertahankan hidup dan keturunan, sedangkan insting mati adalah
naluri yang menyatakan bahwa pada suatu saat seseorang itu akan mati. Mengenai
insting hidup jelas dinyatakan sebagai insting seksual dan energi-energi yang
berasal dari insting seksual inilah yang disebutnya sebagai libido atau
dapat diartikan sebagai insting seksual.
Insting-insting
seksual mula-mula memang berkaitan erat dengan bagian-bagian tubuh tertentu,
yaitu bagian-bagian tubuh yang dapat menimbulkan kepuasan seksual.
Bagian-bagian tubuh itu disebut daerah-daerah erogen (erogenous zones),
yaitu mulut, anus (pelepasan), dan alat kelamin. Namun, dengan berkembangnya
sistem kejiwaan manusia, rasa puas atau ketegangan-ketegangan (tension)
yang berasal dari daerah-daerah erogen ini lama-kelamaan terlepas dari
kaitannya dengan tubuh dan menjadi dorongan-dorongan yang berdiri sendiri
sendiri.69 Sifat, kekuatan, dan cara penyaluran dari libido pada masa anak-anak
sangat menentukan kehidupan kejiwaan dan kepribadian orang yang bersangkutan,
oleh karena itu masa anak-anak dipandang sebagai masa kritis yang penting
sekali artinya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah. 2008. Penyimpangan Seksual. http://www.diffy.com/cmm/artikel
definisi.penyimpangan1.html. Diakses tanggal: 11-07-2010. Jam: 13.32 WIB
Arief, Kushartati. 2001. Remaja dan
Kesehatan Reproduksi. Jakarta: Depdiknas.
Dianawati, Ajen. 2006. Pendidikan
Seks Untuk Remaja. Jakarta: Kawan Pustaka.
Junaedi, Didi. 2010. 17+ Seks
Menyimpang. Jakarta: Semesta Rakyat Merdeka.
Mahmud, Farhan. 2002. Penyimpangan
Seksual. www.google.com /seksmenyimpang. Diakses tanggal: 09-07-2010. Jam:
19.13 WIB
Pratiwi. 2004. Pendidikan Seks Untuk
Remaja. Yogyakarta: Tugu Publisher.
Rahmad, S. 2010. Informasi Kesehatan
Reproduksi Remaja BKKBN. http://bkkbn.go.id. diaksers tanggal: 24-06-2010. Jam:
08.28 WIB
Sarwono, Sarlito. 2002. Psikologi
Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Singgih, Gunarsa. 2004. Psikologi
Untuk Muda-Mudi. Jakarta: IKAPI
Soetjiningsih. 2007. Tumbuh Kembang
Remaja Dan Permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto.
Willis, Sofyan. 2005. Remaja Dan
Permasalahannya. Bandung: Alfabeta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar